ORGANISASI
PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG
GERAKAN 3A
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Gerakan Tiga A (3A) punya tiga
semboyan yakni: Nippon Pelindung Asia Nippon Pemimpin Asia Nippon Cahaya Asia.
Gerakan Tiga A ini didirikan pada tanggal 29 April 1942, tepat dengan Hari
Nasional Jepang yakni kelahiran (Tencosetsu) Kaisar Hirohito. Gerakan ini
dipelopori oleh Kepala Departemen Propaganda (Sendenbu) Jepang, Hitoshi
Shimizu. Hitoshi Shimizu menunjuk tokoh pergerakan nasional, Mr Syamsudin
(Raden Sjamsoeddin) sebagai Ketua.
Gerakan ini meliputi berbagai bidang pendidikan. Bidang pendidikan dapat
memenuhi sasaran untuk menampung pemuda-pemuda dalam jumlah besar. Pendidikan
ini berupa kursus kilat, setengah bulan, bagi remaja berusia 14-18 tahun. Cara
pendidikannya cukup unik. Peserta harus bangun pagi-pagi buta, kemudian berolah
raga, masak di dapur, mengurus kebun, dan menyapu. Memasuki siang hari, mereka
berlatih olah raga Jepang seperti sumo, jiu jitsu, adu perang, dan sebagainya.
Mereka dilatuh untuk disiplin, sopan, dan tertib dalam pekerjaan. Malam
harinya, mereka dilatih bahasa Jepang. Ada juga subseksi Islam yang disebut
Persiapan Persatuan Umat Islam. Subseksi Islam dipimpin oleh tokoh pergerakan
Abikusno Cokrosuyoso.
Gerakan Tiga A (3A) tidak bertahan lama. Ini dikarenakan rakyat kurang
bersimpati. Gerakan ini terlalu menonjolkan Jepang dan bukan gerakan kebangsaan.
Bagi golongan intelektual yang bergerak dalam politik Tiga A (3A),gerakan ini
juga dianggap kurang menarik karena tidak
ada manfaat dalam perjuangan mencapai cita-cita kemerdekaan. Maka pada akhir
1942, Gerakan Tiga A (3A) dibubarkan.
PUTERA
Sebagai ganti Gerakan Tiga A yang dibubarkan karena tidak efektif, Jepang
memprakarsai Pusat Tenaga Rakyat atau Putera. Putera dipimpin oleh tokoh
nasional yang kerap dijuluki Empat Serangkai. Empat Dengan restu Jepang, Putera
pun didirikan pada 16 April 1943. Tujuan Putera adalah membangun dan
menghidupkan kembali hal-hal yang dihancurkan Belanda. Menurut Jepang, Putera
bertugas untuk memusatkan segala potensi rakyat guna membantu Jepang dalam
perang. Selain tugas propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial
ekonomi.
Gerakan ini tidak dibiayai pemerintah Jepang. Walaupun demikian, para
pemimpin bangsa diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas Jepang seperti koran
dan radio. Dengan cara ini, para pemimpin dapat berkomunikasi secara leluasa
kepada rakyat. Pada akhirnya, gerakan ini ternyata berhasil mempersiapkan
mental masyarakat untuk menyambut kemerdekaan dua tahun kemudian. Jepang
menyadari Putera lebih banyak menguntungkan bagi pergerakan Nasional dibanding
kepentingan Jepang sendiri. Maka pada 1944, Jepang membubarkan Putera. Wah
sayang sekali dibubarkan ya.. padahal organisasi ini membawa manfaat bagi
bangsa Indonesia . lalu organsisasi apa lagi yang dibentuk oleh Jepang? Mari
kita bahas lagi lebih lanjut.
FUJINKAI
Dikutip dari Konflik BersejarahEnsiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia
(2013), Fujinkai awalnya bagian wanita dari Putera. Setelah Putera dibubarkan,
Jepang mempertahankan bagian wanitanya. Bagian wanita itu dibuat organisasi
sendiri pada Agustus 1943 bernama Fujinkai. Selain beranggotakan para ibu,
Fujinkai juga punya Bagian Pemudi yang bernama Josi Saimentai. Anggotanya para
gadis yang berusia di atas 15 tahun. Fujinkai bertugas meningkatkan
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Anggotanya menggelar kegitan pendidikan
dan kursus-kursus.
Anggota Fujinkai dilatih membuat dapur umum dan pertolongan pertama.
Mereka juga melakukan kinrohoshi atau kerja bakti (wajib kerja tanpa upah).
Para wanita dikerahkan bercocok tanam sebab para pria yang tadinya menggarap
ladang, dikerahkan untuk urusan militer. Anggota Fujinkai juga diminta
mengumpulkan dana wajib. Dana wajib ini berupa perhiasan, bahan makanan, hewan
ternak, maupun keperluan lain yang bisa digunakan untuk membiayai perang
Jepang. Ketika situasi perang memanas, Fujinkai juga diberi latihan militer
sederhana. Bahkan pada April 1944 Fujinkai membentuk Barisan Wanita Istimewa
yang disebut sebagai Barisan Srikandi.
MIAI (Majelis
Islam A’la Indonesia)
sebuah organisasi Islam MIAI yang
cukup berpengaruh pada masa pemerintah kolonial Belanda, mulai dihidupkan
kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang. Pada tanggal 4 September 1942 MIAI
diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI diharapkan segera dapat
digerakkan sehingga umat Islam di Indonesia dapat dimobilisasi untuk keperluan
perang. Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI menjadi organisasi pergerakan
yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang. MIAI menjadi tempat
bersilaturakhim, menjadi wadah tempat berdialog, dan bermusyawarah untuk
membahas berbagai hal yang menyangkut kehidupan umat. MIAI senantiasa menjadi organisasi
pergerakan yang cukup diperhitungkan dalam perjuangan membangun kesatuan dan kesejahteraan
umat. Semboyan yang terkenaladalah “berpegang teguhlah kamu sekalian pada tali
Allah dan janganlah berpecah belah”. Dengan demikian, pada masa pendudukan
Jepang, MIAI berkembang baik. Kantor pusatnya semula di Surabaya, kemudian pindah
ke Jakarta.
Adapun tugas
dan tujuan MIAI waktu itu adalah sebagai berikut :
- ·
Menempatkan
umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia. - ·
Mengharmoniskan
Islam dengan tuntutan perkembangan zaman. - ·
Ikut
membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.
Untuk merealisasikan tujuan dan melaksanakan tugas
itu, MIAI membuat program yang lebih menitikberatkan pada program-program yang bersifat
sosio-religius. Secara khusus program-program itu akan diwujudkan melalui
rencana sebagai berikut:
a) pembangunan masjid Agung di Jakarta,
b) mendirikan universitas, dan
c) membentuk baitulmal .
Dari ketiga
program ini yang mendapatkan lampu hijau dari Jepang hanya program yang ketiga.
JAWA HOKOKAI
Tahun 1944, situasi Perang Asia
Timur Raya mulai berbalik, tentara Sekutu dapat mengalahkan tentara Jepang di
berbagai tempat. Hal ini menyebabkan kedudukan Jepang di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Oleh karena itu, Panglima Tentara ke-16, Jenderal Kumaikici
Harada membentuk organisasi baru yang diberi nama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian
Jawa). Untuk menghadapi situasi perang tersebut, Jepang membutuhkan persatuan
dan semangat segenap rakyat baik lahir maupun batin. Rakyat diharapkan
memberikan darma baktinya terhadap pemerintah demi kemenangan perang. Kebaktian
yang dimaksud memuat tiga hal:
- ·
mengorbankan
diri, - ·
mempertebal
persaudaraan, dan - ·
melaksanakan
suatu tindakan dengan bukti.
Susunan dan kepemimpinan organisasi Jawa Hokokai berbeda dengan Putera.
Jawa Hokokai benar-benar organisasi resmi pemerintah. Oleh karena itu, pimpinan
pusat Jawa Hokokai sampai pimpinan daerahnya langsung dipegang oleh orang
Jepang. Pimpinan pusat dipegang oleh Gunseikan, sedangkan penasihatnya adalah
Ir. Sukarno dan Hasyim Asy’ari. Di tingkat daerah (syu/shu) dipimpin oleh
Syucokan/Shucokan dan seterusnya sampai daerah ku (desa) oleh Kuco (kepala
desa/lurah), bahkan sampai gumi di bawah pimpinan Gumico. Dengan demikian, Jawa
Hokokai memiliki alat organisasi sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai
tingkat rukun tetangga (Gumi atau Tonarigumi). Tonarigumi dibentuk untuk
mengorganisasikan seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas
10-20 keluarga. Para kepala desa dan kepala dukuh serta ketua RT bertanggung
jawab atas kelompok masing-masing. Adapun program-program kegiatan Jawa Hokokai
sebagai berikut:
- melaksanakan segala tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang
2) memimpin rakyat untuk mengembangkan tenaganya berdasarkan
3) semangat persaudaraan, dan
4) memperkokoh pembelaan tanah air
Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggota-anggotanya terdiri atas
bermacam-macam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya. Misalnya
Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik guru-guru) dan Isi Hokokai (wadah
kebaktian para dokter). Jawa Hokokai juga mempunyai anggota istimewa, seperti
Fujinkai (organisasi wanita), dan Keimin Bunka.