BAB II
POLA KERUANGAN DESA DAN KOTA
KOMPETENSI DASAR:
3.2 Menganalisis struktur keruangan desa dan
kota, interaksi desa dan kota, serta kaitannya dengan usaha pemerataan pembangunan
4.2 Membuat makalah tentang usaha pemerataan
pembangunan di desa dan kota yang dilengkapi dengan peta, bagan, tabel, grafik,
dan / atau diagram
STRUKTUR DAN POLA
KERUANGAN DESA
1.
Pengertian dan Fungsi Desa
Menurut Daldjoeni desa merupakan
permukiman manusia yang letaknya di luar kota dan penduduknya berpangupajiwa
agraris. Sedangkan menurut R.Bintarto wilayah perdesaan merupakan suatu
perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial,
ekonomis, politis dan kultural yang terdapat di situ dalam hubungannya dan
pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya. Jadi, dari kedua pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa desa merupakan sebuah permukiman yang masih
memegang teguh budaya dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian pada
bidang agraris.
Fungsi desa sebagai berikut.
a.
Sebagai daerah dukung (hinterland)
atau daerah penyuplai bahan makanan pokok
b.
Sebagai lumbung bahan mentah (raw
material) dan tenaga kerja (man power)
c.
Sebagai desa agraris, desa manufaktur, desa industri, dan desa nelayan.
2.
Ciri-ciri Desa
Ciri-ciri
desa sebagai berikut.
a. Perbandingan lahan dengan penduduk.
Jumlah penduduk desa bisa dikatakan lebih sedikit apabila dibandingkan dengan
penduduk yang tinggal di kota sehingga lahan di desa lebih luas.
b. Lapangan pekerjaan dominasi di bidang
pertanian. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Pengaruh
teknologi belum terlalu besar. Ini disebabkan karena
minimnya tingkat Pendidikan, tidak tersedianya lahan pekerjaan lain, lahan yang tersedia
untuk pertanian masih luas, dan kemampuan turun menurun di bidang pertanian.
c. Hubungan kekerabatan masih erat.
Kehidupan masyarakat desa masih berdasar asas kekerabatan dan kekeluargaan.
d. Tradisi yang berlaku masih dianut dengan
teguh. Tradisi ini dipandang penting karena dianggap sebagai pedoman hidup
3. Potensi Desa
a.
Potensi Fisik
1) Lokasi
desa, lokasi desa dapat menjadi indikator bagi perkembangan desa tersebut. Desa
yang berada pada lokasi strategis memiliki potensi untuk lebih berkembang dan
maju dibandingkan desa yang terletak di daerah terpencil
2) Luas
desa, wilayah desa meliputi luas lahan pertanian, permukiman, dan penggunaan
lahan lainnya.
3) Keadaan
tanah, keadaan tanah dapat mencirikan kesuburan lahan pertanian.
4) Keadaan
iklim, mencakup curah hujan, temperatur, kelembaban, penyinaran, matahari, dan angin.
5) Ketersediaan
sumber daya nabati, jenis hewan, dan produksinya
6) Keadaan
bentang alam. Bentang alam suatu daerah merupakan faktor alam yang penting
karena mempunyai hubungan erat dengan persebaran penduduk serta memberi ciri
pada bentuk ruang gerak manusia.
b.
Potensi Nonfisik
1)
Masyarakat desa
2) Lembaga-lembaga
sosial, pendidikan, dan Organisasi-organisasi
sosial
3) Aparatur
atau pamong desa
4.
Klasifikasi Desa
Tabel 1.
Klasifikasi Desa Berdasarkan Tingkat Perkembangannya
Swadaya | Swakarya | Swasembada |
Sebagian besar kehidupan pada | Mata | Mata perdagangan |
Hasil kebutuhan | Adat | Pola |
Administrasi baik | Administrasi | Pengelolaan dengan |
Lembaga-lembaga desa belum | Lembaga sosial dan Lembaga pemerintahan sudah berfungsi | Lembaga sosial dan pemerintahan sudah berfungsi dengan |
Tingkat rendah | Sudah | Sarana |
Belum mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri | Sudah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri | Sudah mampu menyelenggarakan |
5.
Struktur dan Pola Ruang Penggunaan Lahan Desa
a.
Berdasarkan lahan desa/ letak geografis
1)
Desa
pedalaman
Desa-desa
yang tersebar di berbagai pelosok yang jauh dari kehidupan kota. Suasana ideal
desa pedalaman pada umumnya lebih diwarnai dengan nuansa kedamaian, yaitu
kehidupan sederhana, sunyi, sepi dalam lingkungan alam yang bersahabat.
2)
Desa
Pegunungan
Desa
Terdapat di daerah pegunungan, Pemusatan tersebut didorong kegotong royongan
penduduknya.
3)
Desa Dataran Tinggi
Desa yang berada di daerah pegunungan.
4)
Desa Dataran Rendah
Desa
yang letaknya berada di dataran rendah dan mata pencaharian dari desa dataran
rendah biasanya bergantung pada sektor pertanian.
5)
Desa Pesisir/ Pantai
Desa yang berada di daerah pantai yang
landai
b.
Berdasarkan pola pemukiman
Menurut Soekandar Wiriaatmadja, pola
pemukiman desa dibagi menjadi
1) Pola
Permukiman Menyebar
Rumah-rumah
para petani tersebar berjauhan satu sama lain. Pola ini terjadi karena belum
adanya jalan-jalan besar, sedangkan orang-orang harus mengerjakan tanahnya
secara terus menerus. Dengan demikian, orang-orang tersebut terpaksa harus
bertempat tinggal didalam lahan mereka.
2) Pola
Permukiman Memanjang
Bentuk
pemukiman yang terlentak di sepanjang jalan raya atau di sepanjang sungai,
sedangkan tanah pertaniannya berada di belakang rumahnya masing-masing.
3) Pola
Permukiman Berkumpul
Bentuk
pemukiman dimana rumah-rumah penduduk berkumpul dalam sebuah kampung, sedangkan
tanah pertaniannya berada di luar kampung.
4) Pola
Permukiman Melingkar
Bentuk
pemukiman dimana rumah-rumah penduduk melingkar mengikuti tepi jalan, sedangkan
tanah pertaniannya berada di belakangnya.
6. Permasalahan
dan Pembangunan Desa
a)
Permasalahan di Desa
1) Kaitannya
dengan Kondisi Geografis
Kondisi
geografis Indonesia yang berupa kepulauan merupakan potensi sekaligus masalah
yang harus dihadapi bersama sebab distribusi penduduk yang tidak merata
menyulitkan proses pembangunan.
2) Kaitannya
dengan Kondisi Masyarakat
Kemampuan
penduduk desa dalam memenuhi hidupnya sangat bervariasi, ada mampu memenuhi dan
ada yang kurang mampu.
3) Kaitannya
dengan Pemerintahan dan Kelembagaan
Dari
pemerintah desa, kabupaten maupun provinsi belum berfungsi sebagaimana
mestinya. Kondisi ini ditambah dengan belum maksimalnya koordinasi pelayanan
pemerintah dari pemerintahan terkecil sampai pusat.
b)
Upaya Pembangunan Desa
Upaya pemerintah dalam mengembangkan
desa sebagai berikut.
1)
Menempatkan penduduk desa dalam
kedudukan sebagai warga desa yang sebenarnya, artinya dalam pembangunan tidak
membedakan antara penduduk desa dengna penduduk kota.
2)
Menguasakan supaya corak kehidupan
penduduk desa dapat meningkat
3)
Mengusahakan supaya penduduk desa dapat
lebih kreatif, inovatif, dinamis, dan fleksibel dalam menghadapi tantangan yang
ada
STRUKTUR DAN POLA KERUANGAN KOTA
1.
Pengertian Kota
Menurut Bintarto, kota adalah
suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk
yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan kehidupan materialistis. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa kota merupakan wilayah yang menjadi pusat kegiatan manusia sehingga
mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi dan corak kehidupannya heterogen.
2.
Karakteristik Kota
Secara
garis besar, menurut Bintarto ciri kota dikelompokkan menjadi dua, yaitu ciri
fisik dan ciri sosial.
a.
Ciri
fisik
1) Sarana
perekonomian seperti pasar atau supermarket.
2) Tempat
parkir yang memadai.
3) Tempat
rekreasi dan olahraga.
4) Alun-alun.
5) Gedung-gedung pemerintahan
b.
Ciri-Ciri Sosial
1) Masyarakatnya heterogen.
2) Bersifat
individualistis dan materialistis.
3)
Mata pencaharian nonagraris.
4) Corak
kehidupannya bersifat gesselschaft (hubungan
kekerabatan mulai pudar).
5)
Terjadi kesenjangan sosial antara golongan masyarakat kaya dan masyarakat
miskin.
6)
Norma-norma agama tidak begitu ketat.
7) Pandangan
hidup lebih rasional.
8) Menerapkan
strategi keruangan, yaitu pemisahan kompleks atau kelompok sosial masyarakat
secara tegas
Ciri kehidupan kota adalah
sebagai berikut:
a.
Adanya pelapisan sosial ekonomi misalnya
perbedaan tingkat penghasilan, tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan.
b.
Adanya jarak sosial dan kurangnya
toleransi sosial di antara warganya.
c.
Adanya penilaian yang
berbeda-beda terhadap suatu masalah dengan pertimbangan perbedaan kepentingan,
situasi dan kondisi kehidupan.
d.
Warga kota umumnya sangat menghargai waktu.
e.
Cara berpikir dan
bertindak warga kota tampak lebih rasional dan berprinsip ekonomi.
f.
Masyarakat kota lebih mudah menyesuaikan
diri terhadap perubahan sosial disebabkan adanya keterbukaan terhadap pengaruh luar.
g. Pada umumnya masyarakat kota lebih
bersifat individu sedangkan sifat solidaritas dan gotong royong sudah mulai
tidak terasa lagi.
Ciri
Masyarakat Kota
a.
Egois yang disebabkan
adanya pengaruh individualis
b. Memiliki pekerjaan yang
beraneka ragam di bidang jasa dan perdagangan.
c. Masyarakat kota berfungsi sebagai agent of change (agen perubahan) karena
pola pikir masyarakat kota terbuka dalam menerima budaya pengaruh dari luar.
d. Kehidupan keagamaan masyarakat kota
sudah berkurang karena kesibukan kerja, masyarakat menjadi materialistis,
memiliki kontrol sosial rendah, dan emosi keagamaan berkurang.
e.
Kota memiliki
kesempatan kerja yang luas dibidang formal dan non formal
f. Penduduk kota tidak
mengenal gotong-royong dalam menyelesaikan permasalahan seperti halnya warga desa.
g.
Kehidupan penduduk kota
bersifat glamour (mewah) karena
masyarakat kota memiliki banyak uang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
h.
Antar masyarakat kota
terdapat kesenjangan sosial tinggi.
i.
Penduduk kota umumnya
memiliki tingkat pendidikan tinggi
3.
Pola Keruangan Kota
Kota
berkembang membentuk pola tertentu. Pola kota tersebut di antaranya adalah:
a. Pola sentralisasi
Merupakan pola dimana kota pola
persebaran kegiatan kota yang cenderung mengelompok pada satu wilayah utama.
b. Pola desentralisasi
Merupakan
pola persebaran yang cenderung menjauhi pusat atau inti kota.
c.
Pola
nukleasi
Merupakan
pola persebaran kegiatan kota yang menyerupai pola sentralisasi, tetapi skala
ukuran lebih kecil. Inti kegiatan perkotaan berada di daerah utama
d.
Pola
segresi
Merupakan pola persebaran kota
yang terpisah-pisah berdasarkan keadaan sosial, ekonomi, budaya, dan
sebagainya.
4. Struktur
Keruangan Kota
a. Teori Konsentris, kota
dibagi menjadi 5 zona yaitu
1) Daerah
pusat kegiatan (central business district)
Merupakan
pusat kehidupan soaial, ekonomi, budaya, dan politik sehingga pada zona ini
terdapat bangunan utama untuk kegiatan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Jaringan transportasi semuanya memusat ke zona ini, sehingga zona ini memiliki
aksesibilitas yang tinggi.
2) Zona
peralihan (transition zone)
Zone
pada lapisan ini banyak dihuni oleh golongan penduduk berpenghasilan rendah,
para migran yang datang dari desa, sehingga kawasan ini berkembang sebagai
kawasan sesak atau slum area.
3) Daerah
tempat tinggal para pekerja (zones of
Working men’s home)
Perumahan
pada zone ini pada umumnya lebih baik serta sudah mulai teratur. Kebanyakan
penghuninya adalah bekas penghuni zona kedua sebagai pekerja pabrik, buruh dan
lain sebagainya.
4) Daerah
tempat tinggal kelas menengah (zone of
middle class dwellers)
Kawasan ini
dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang profesional, pemilik
sendiri, pengusaha, para pegawai dsb. Perumahan penduduknya terdiri dari
rumah-rumah pribadi, rumah bangsa rendah dan terdapat pusat perniagaan kecil
untuk memenuhi kebutuhan warga setempat.
5) Daerah
tempat tinggal para penglaju (zone of commuters)
Merupakan
bagian terluar dari suatu kota dan merupakan kawasan perumahan mewah. Pada
lapisan ini hanya ditempati oleh mereka yang mempunyai kendaraan pribadi yang
mampu berulang alik ke tempat kerja di pusat kota, zona ini berkembang sebagai
kawasan subur da nada yang berkembang sebagai kota-kota satelit, tergantung
waktu dan luas dan aktivitas penduduknya. Contoh-contoh negara dengan teori
konsentris.
Gambar 1. Teori
Konsentris
Sumber: https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-konsentris
b.
Teori
Sektoral
Gambar 2 : Model Teori Sektoral
Sumber
: https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-sektoral
Munculnya
ide mempertimbangkan variabel sektor pertama kali dikemukakan oleh Holmer Hoyt
(1939). Teori sektor membagi wilayah menjadi lima, yaitu sebagai berikut.
1)
Daerah Pusat Kota atau
CBD, terdiri atas pusat ekonomi, sosial, pemerintahan, dan budaya.
2)
Zone
of wholesale light manufacturing terdiri atas
industri kecil dan perdagangan.
3)
Zona permukiman kelas
rendah merupakan tempat tinggal bagi pekerja industri di kota dengan
penghasilan rendah.
4)
Zona permukiman kelas
menengah merupakan daerah yang ditinggali oleh penduduk dengan penghasilan tinggi.
5)
Zona permukiman kelas tinggi, yaitu
permukiman golongan atas
c.
Teori Inti Ganda atau Pusat Kegiatan Banyak
Teori
inti ganda dikembangkan pertama kali ole C.D. Harris dan F.L. Ullman (1945). Mereka beranggapan bahwa
struktur ruang kota tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang hanya ada satu
pusat kegiatan saja. Namun, terbentuk secar terus-menerus sehingga terhadap
beberapa pusat kegiatan baru yang terpisah.
Pada
teori inti ganda struktur ruang kota tidak ada urutan-urutan yang teratur,
tidak seperti teori konsentris yang tertata rapi. Kondisi ini menyebabkan
adanya beberapa inti kota dalam suatu wilayah perkotaan, misalnya kompleks
pemerintahan, pelabuhan, kompleks kegiatan ekonomi (pasar dan mall), dan
sebagainya.
Struktur ruang kota menurut teori inti
ganda adalah sebagai berikut.
1) Pusat
kota atau CBD
2) Kawasan
niaga dan industri ringan
3) Kawasan
murbawisma atau permukiman kualitas rendah
4) Kawasan
madyawisma atau permukiman kualitas sedang.
5) Kawasan
adwisma atau tempat tingga kualitas tinggi
6) Pusat
industri berat
7) Pusat
niaga atau perbelanjaan lain di pinggir kota
8) Upakota (Suburban) kawasan industri.
Gambar 3. Model
Teori Inti Ganda
Sumber :
https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-inti-ganda
INTERAKSI DESA
DAN KOTA DALAM PEMERATAAN PEMBANGUNAN
1. Faktor
yang mempengarhi interaksi desa kota dan dampaknya.
Interaksi
menggambarkan proses saling mempengaruhi baik aspek sosial, ekonomi, politik,
dan budaya. Interaksi antara desa dan kota terjadi karena adanya perbedaan
kebutuhan dan potensi yang ada di kota dan desa.
Faktor yang mempengaruhi interaksi
desa kota terbagi dua yaitu, faktor pendorong dan faktor penarik.
Tabel 2. Faktor
Pendorong dan Penarik Penduduk Desa-Kota
Faktor | Faktor |
Polusi, kemacetan, criminal, force) | Lokasi dekat dengan pusat kota |
Lokasi sudah (site force) | Terdapat |
Harga tanah | Adanya (functional |
Ketidakpuasan | Orang akan prestige) |
Fasilitas umum organization |
Tabel 3. Dampak
Interaksi Desa dan Kota bagi Desa
No | Dampak Positif | Dampak Negatif |
1 | Meningkatnya taraf Pendidikan | Modernisasi kota |
2 | Informasi | Siaran televisi dapat mempengaruhi sikap |
3 | Pembangunan infrastruktur di desa sehingga | Tenaga muda di desa lebih tertarik bekerja |
4 | Meningkatnya tepat guna | Alih fungsi perbatasan desa-kota |
5 | Meningkatnya kesejahteraan penduduk | Tata cara dan desa |
6 | Berkembangnya organisasi di kesejahteraan | Pencemaran lingkungan, |
Tabel 4. Dampak Interaksi Desa dan Kota
bagi Kota
No | Dampak Positif | Dampak Negatif |
1 | Tercukupinya kebutuhan pangan bagi penduduk kota yang berasal dari | Penduduk desa yang datang ke kota tanpa keahlian menimbulkan |
2 | Jumlah tenaga kerja di kota yang melimpah | Penduduk berpendapatan rendah sulit memenuhi |
3 | Produk-produk | Nilai lahan di kota mahal, lahan yang tidak layak huni |
4 | Peluang | Terjadinya |
2. Pembangunan
Kota dan Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan merupakan sebuah konsekuensi atau
akibat dari adanya perkembangan suatu kota. Tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah
kota membutuhkan lahan yang sangat luas, sementara ketersediaan lahan jumlahnya
tetap. Hal ini tentu berdampak pada daerah pinggiran yang sebagian besar
berfungsi sebagai lahan pertanian kemudian berubah menjadi nonpertanian.
DAFTAR PUSTAKA
K. Wardiyatmoko.
2013. Geografi untuk Kelas XII. Jakarta:
Erlangga.
Paramita, Ardiansyah. 2020. Modul
Pembelajaran SMA Geografi Kelas XII. Jakarta: Kemendikbud
Fitriyana, Anisyah. 2020. Modul
Pengayaan Geografi kelas XII.
Surakarta: CV. Grahadi
https://blog.ruangguru.com/pola-keruangan-desa-dan-kota,
diakses hari Senin tanggal 28 Juni 2021
Lestari,
Ika. 2019. Penjelasan Tata Ruang Kota
Berdasarkan Teori Konsentris Terlengkap. https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-konsentris,
diakses hari Selasa tanggal 29 Juni 2021
Fatma, Desy. 2018. Teori Sektoral: Pengertian dan Penjelasan. https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-sektoral,
diakses hari Selasa Tanggal 29 Juni 2021
Lestari,
Ika. 2019. PengertianTeori Inti Ganda dan
Pembagian Zonanya. https://ilmugeografi.com/geografi-teknik/teori-konsentris,
diakses hari Selasa tanggal 29 Juni 2021