BAB II
DEMOKRASI
BERFIKIR
DEANGAN HATI SAMUBARI
Isu utama yang menjadi muatan demokrasi
adalah persoalan saling menghargai eksistensi (keberadaan). Rasa ingin dihargai adalah kebutuhan alamiah (fitrah) manusia. Manusia dari kasta apa pun memiliki rasa itu.
Teman-teman kita di sekolah mempunyai hak untuk
dihargai. Bapak
dan ibu
guru, orangtua,
dan semua
orang yang ada
di sekitar
kita juga
mempunyai hak
untuk dihargai
dan dihormati, sebagaimana
kita juga ingin dihargai.
Ternyata, persoalan menghargai dan dihargai adalah bagian
penting dari
misi dakwah Islam. Yang lebih muda
harus menghormati yang tua, dan yang lebih tua diperintahkan untuk menyayangi yang muda. Begitulah maksud salah satu sabda Nabi Muhammad saw.
Ajaran demikian kemudian dipandang sebagai nilai-nilai demokrasi. Demokrasi memang istilah yang lahir dari
dunia Barat, tetapi jangan
pernah lupa,
Islam bersikap akomodatif terhadap semua yang datang dari luar, Barat atau Timur, jika nilai-nilai
yang diusungnya sejalan dengan nilai-nilai
Islam sendiri, maka itu berarti
Islami.
Tahukah kalian? Menurut pandangan para pakar, pemerintahan yang dipimpin Rasulullah dan Khulafaurrasyidin merupakan pemerintahan
paling demokratis yang pernah ada di dunia, dengan Piagam Madinah sebagai acuan dalam menata hubungan
antarwarga masyarakat. Pada masa itu,
semua elemen
masyarakat mendapat pengakuan dan penghormatan yang setara.
Banyak tokoh dunia Barat tercengang dengan adanya fakta Piagam Madinah. Salah satunya adalah Robert
N. Bellah yang menuliskan
dalam bukunya “Beyond
Belief” (1976),
bahwa Muhammad sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh
ke depan.
Menurut Bellah, “Muhammad telah melahirkan sesuatu
(konstitusi Madinah) yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat modern”. Masyaallah…!
Aktivitas Siswa:
1. Untuk
melihat bagaimana
isi konstitusi
Madinah, coba cari naskah
Piagam Madinah!
2. Setelah diunduh
dari internet, diskusikan di kelompokmu dan presentasikan hasil diskusi kalian di depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lain!
Pengamatan disekitar Kita
Cermati pemikiran dan
karya Prof. Dr.
Mahmud Syaltut berikut ini,
kemudian
berilah tanggapan kritis!
Pemikiran Mahmud Syaltut
(Cendekiawan Muslim, Mantan Rektor al–Azhar Kairo Mesir)
Syaltut menegaskan, walaupun banyak perbedaan pendapat dalam memahami akidah, namun ada tiga hal yang harus dibatasi dalam upaya menyikapi perbedaan,
yaitu:
1. Akidah harus dipahami dari dalil yang Qat’i (dalil yang bersumber dari al–Qur’an dan hadis yang £a¥i¥);
2. Pemahaman akidah dari dalil yang tidak Qat’i pada akhirnya akan menimbulkan perbedaan pendapat. Dalam keadaan demikian maka tidak ada satu pendapat pun yang boleh diklaim paling benar dengan menafikan pendapat lain;
3. Materi-materi
akidah yang termuat dalam
buku-buku tauhid
bukanlah rangkuman dari semua masalah akidah yang diwajibkan Tuhan kepada kita. Kitab–kitab itu adalah karya ilmiah yang mungkin bisa berbeda dengan teks
al–Qur’an maupun al-hadis, dan karenanya ia menjadi lahan ijtihad para ulama.
Bagaimana pendapatmu tentang
pemikiran Mahmud Syaltut
di atas terkait
dengan nilai-nilai demokrasi?
Cermati masalah-masalah sosial berikut kemudian tanggapi dengan kritis dari sudut pandang ajaran Islam dan demokrasi!
1. Sering terjadi orangtua dengan profesi tertentu (misal: dokter), mengader anak-anak
mereka agar
menjadi seperti
diri mereka,
tanpa peduli
apakah anak-anak mereka berminat atau tidak.
Bagaimana pandanganmu dalam masalah ini?
2. Seorang pejabat di suatu perusahaan melarang karyawannya yang muslim menjalankan salat Jumat dan menutup aurat (bagi yang wanita).
Bagaimana pendapatmu?
3. Seorang dai muslim
meyakinkan jamaahnya bahwa tata
cara salat
yang diajarkannya itulah yang benar, jika ada dai lain mengatakan hal yang berbeda, berarti dai tersebut tidak paham ajaran agama.
Bagaimana pendapatmu?
Memperkaya Khazanah
A. Demokrasi dalam Islam
Di dalam al–Qur’an terdapat ayat–ayat yang berisi pesan-pesan mulia tentang bersikap demokratis, tentang musyawarah dan toleransi dalam perbedaan. Sebelum dijelaskan isi kandungannya, sebaiknya dibaca terlebih dahulu Q.S.
ali-Imran/3:159 di bawah ini dengan tartil, kemudian dihafal!
1. Baca dengan Tartil Ayat–ayat al–Qur’an dan Terjemahnya yang Mengandung
Pesan Sikap Demokratis.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ
اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي
الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya:
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang–orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
2. Penerapan Tajwid:
isilah dengan lafadz yang sesaui dengan jenis bacaan yang tertera pada kolom
Kalimat | Hukum Bacaan | Alasan |
Mad °abi’³ | Fathah diikuti Alif | |
Idgam Bigunnah | Tanwin diikuti huruf Mim | |
Ikhfa | Nun sukun diikuti huruf Ta’ | |
I§har | Tanwin diikuti huruf Ghain | |
Ikhfa | Nun sukun diikuti huruf Fa’ | |
I§har | Nun sukun diikuti huruf Ha | |
I§har Syafaw³ | Mim sukun diikuti huruf Wawu | |
I§har Qamar³yah | Alif Lam sukun diikuti huruf Hamzah | |
Lam Tafkh³m | Lafaz Jalalah datang setelah fathah | |
Mad ‘²ri« Lissukµn | Mad Thabi’I diikuti huruf hidup lalu dibaca waqaf |
isilah dengan lafadz yang sesuai dengan arti yng ada pada kolom
Kata | Arti | Kata | Arti |
Karena kasih sayang/ rahmat | Dan mintakanlah ampunan | ||
Dari Allah | Untuk mereka | ||
Kamu bersikap lemah lembut | Dan bermusyawarahlah | ||
Kepada mereka | Dalam segala urusan | ||
Kasar (dalam perkataan) | Maka apabila | ||
Keras hati | Kamu bertekad bulat | ||
Niscaya mereka bubar/menjauh | Bertawakkallah | ||
Dari hadapanmu/ sekelilingmu | Mencintai | ||
Maka maafkanlah mereka | Orang–orang yang bertawakal |
Aktivitas Siswa:
Hafalkan Q.S. Ali-Imran/3:159 beserta artinya dan perbendaharaan kosa kata baru, setelah hafal perlihatkan pada kelompokmu agar dikoreksi kesalahan bacaan dan hafalannya!
4. Asbabun Nuzul
Sebab-sebab turunnya ayat 159 surat Ali-Imran ini
kepada Nabi
Muhammad saw. sebagaimana
diriwayatkan oleh Ibnu Abas r.a., Ibnu Abas r.a. menjelaskan bahwasanya setelah terjadi perang Badar Rasulullah mengadakan musyawarah
dengan Abu Bakar
r.a.
dan Umar
bin Khatab
r.a. untuk
meminta pendapat
mereka tentang
para tawanan perang Badar. Abu Bakar r.a. berpendapat, mereka sebaiknya dikembalikan
kepada keluarga
mereka dan
keluarga mereka membayar tebusan. Namun Umar bin Khatab r.a. berpendapat, mereka
sebaiknya dibunuh dan yang diperintah membunuh adalah keluarga mereka. Rasulullah saw. kesulitan dalam memutuskan, kemudian turun ayat 159 surat Ali-Imran
ini sebagai
dukungan atas pendapat Abu Bakar r.a. (HR.Kalabi).
(Depag,2011:Al–Quran Tafsir Perkata, hal.72)
5. Penjelasan/Tafsir
Ayat di atas menjelaskan bahwa meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran
yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin dalam perang Uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita
kekalahan, tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak marah
terhadap para pelanggar, bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka. Seandainya Rasulullah bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci kepada beliau. Dalam pergaulan sehari-hari, beliau juga senantiasa
memberi maaf
terhadap orang
yang berbuat salah
serta memohonkan ampun kepada Allah Swt. terhadap kesalahan-kesalahan mereka.
Di samping itu, Rasulullah saw juga senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang hal-hal yang penting, terutama dalam masalah peperangan. Oleh karena itu, kaum muslimin patuh terhadap keputusan- yang diperoleh tersebut, karena merupakan keputusan mereka bersama Rasulullah saw. Mereka tetap berjuang dengan tekad yang bulat di jalan Allah Swt.. Keluhuran budi Rasulullah saw inilah yang menarik simpati orang lain, tidak hanya kawan bahkan lawan pun menjadi tertarik
sehingga mau masuk Islam.
Dalam ayat di atas tertera tiga
sifat dan
sikap yang secara berurutan
disebut dan diperintahkan
untuk dilaksanakan
sebelum bermusyawarah,
yaitu lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayat
tersebut berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama ketika hendak bermusyawarah.
Sedangkan sikap
yang harus
diambil setelah
bermusyawarah
adalah memberi
maaf kepada
semua peserta
musyawarah,
apapun bentuk
kesalahannya. Jika semua peserta musyawarah bersikap“memaafkan”maka yang terjadi adalah saling memaafkan. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi sakit hati atau dendam yang berkelanjutan di luar musyawarah, baik karena pendapatnya tidak diakomodasi
atau karena sebab lain.
Dalam al–Qur’an terdapat
banyak ayat yang berbicara tentang
nilai- nilai
dalam demokrasi seperti dalam Firman Allah Swt. di dalam Q.S. al- Isra’/17:70, Q.S. al-Baqarah/2:30, Q.S. alHujir³t/49:13, Q.S. asy–Syµra/42:38 serta berbagai
surat lain.
Inti dari semua
ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan lain
sebagainya yang merupakan unsur-unsur
dalam demokrasi.
Di samping ayat–ayat tersebut,
banyak juga
hadis Rasulullah yang mengisyaratkan
pentingnya demokrasi, karena beliau
dikenal sebagai
pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis
yang menegaskan
bahwa beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah
dalam banyak hal, seperti hadits berikut:
Artrinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” . [HR.
at–Tirm³z³].
Hadis di atas menjelaskan
bahwa menurut
pandangan para
sahabat, Rasulullah saw adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam banyak urusan yang penting beliau senantiasa melibatkan para sahabat
untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang. Sikap Rasulullah tersebut menunjukkan salah satu bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan
hatinya (tawadhu’),
meskipun memiliki
status sosial
paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt.. Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa
“paling benar” dalam urusan
kemanusiaan yang terkait dengan masalah ijtihadiy (dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan karena
bukan wahyu),
padahal bisa
saja Rasulullah memaksakan pendapat beliau kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan menurut saja. Tetapi itulah
Rasulullah,
manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana.
Sikap rendah hati Rasulullah hanya satu dari akhlak mulia lainnya, seperti kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah, teladan terbaik dalam berakhlak.
Dari ayat al–Qur’an dan hadis
Nabi tersebut dapat dipahami
bahwa musyawarah termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan, misalnya: Hal yang sangat penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak/ masyarakat, pengambilan keputusan
dan lain-lain.
Dalam kehidupan
bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena:
a. Permasalahan
yang sulit
menjadi mudah
setelah dipecahkan
oleh orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
b. Akan terjadi kesepahaman
dalam bertindak.
c. Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak
d. Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain e. Berlatih menghargai pendapat orang lain.
Aktivitas Siswa:
1. Dari kandungan ayat dan hadis tersebut, lakukanlah analisis sikap-sikap demokratis sebagai implementasi dari pemahaman Q.S.²li-Imran/3:159 dan H.R. at–Tirm³dz³!
2. Temukan ayat dan hadis yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai
demokrasi!
3. Presentasikan
hasil analisis dan temuanmu di depan kelas!
B. Demokrasi dan Syµra
Selama ini demokrasi diidentikkan dengan syura
dalam Islam
karena adanya titik persamaan
di antara keduanya. Untuk melihat lebih jelas titik persamaan tersebut, perlu kita lihat jati diri masing-masing dari keduanya.
1. Demokrasi
Secara kebahasaan, demokrasi terdiri atas dua rangkaian kata yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan. Secara istilah, kata demokrasi ini dapat ditinjau dari dua segi makna.
Pertama, demokrasi dipahami sebagai suatu konsep yang berkembang dalam kehidupan politik pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan
yang terkonsentrasi pada
satu orang
dan
menghendaki peletakan kekuasaan
di tangan orang banyak (rakyat) baik secara langsung maupun dalam perwakilan.
Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu
konsep yang menghargai hak– hak dan
kemampuan individu dalam kehidupan bermasyarakat.
Dari definisi ini dapat dipahami bahwa istilah demokrasi awalnya berkembang dalam dimensi politik yang tidak dapat dihindari.
Secara historis, istilah demokrasi memang berasal dari Barat. Namun jika melihat dari sisi makna, kandungan nilai-nilai yang ingin
diperjuangkan oleh demokrasi itu sendiri
sebenarnya merupakan gejala dan cita–cita
kemanusiaan secara universal
(umum, tanpa
batas agama maupun etnis).
Piagam Madinah = Konstitusi Modern
Jimly Asshiddiqie, (mantan Ketua MK), mengatakan kepada wartawan pada tanggal 30 November 2007 di Jakarta, “Piagam Madinah merupakan kontrak sosial
tertulis pertama di dunia yang dapat disamakan dengan konstitusi modern sebagai hasil dari praktik nilai-nilai demokrasi. Dan hal itu telah ada pada abad ke-6 saat Eropa masih berada dalam abad
kegelapan.” Sumber: Harian Kompas
2. Syura
Menurut bahasa, dalam kamus Mu’jam Maqayis al-Lugah, syµra memiliki dua pengertian,
yaitu menampakkan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu.
Sedangkan menurut istilah, beberapa ulama terdahulu telah memberikan definisi syµra, di antara mereka adalah:
a. Ar Raghib al–Ashfahani dalam kitabnya Al
Mufradat fi Gharib
al- Qur’an, mendefinisikan syura
sebagai “proses mengemukakan pendapat dengan saling mengoreksi antara peserta syµra”.
b. Ibnu al–Arabi al-Maliki dalam
Ahkam al–Qur’an ,
mendefinisikannya dengan “berkumpul untuk meminta pendapat (dalam suatu permasalahan) yang peserta syµranya saling mengeluarkan pendapat yang dimiliki”.
c. Sedangkan definisi syµra yang diberikan oleh pakar fikih kontemporer dalam asy Syµra fi ¨illi Ni§ami al-Hukm al-Islam³, di antaranya adalah “proses
menelusuri pendapat
para ahli
dalam suatu
permasalahan untuk mencapai solusi yang mendekati kebenaran”.
3. Titik Temu (Persamaan) antara Demokrasi dan Syµra
Dari beberapa definisi
Syµra dan
demokrasi di
atas, dapat
melihat bahwa Syµra hanya merupakan mekanisme kebebasan
berekspresi dan penyaluran pendapat dengan penuh keterbukaan dan kejujuran.
Hal tersebut
menjadi pertanda adanya penghargaan
terhadap pihak
lain. Sementara demokrasi, menjangkau ruang lingkup yang lebih luas. Demokrasi menyoal nilai-nilai
egaliter, penghormatan terhadap potensi individu, penolakan terhadap kekuasaan tiran, dan memberi kesempatan kepada semua pihak untuk berpartisipasi dalam mengurus pemerintahan.
Secara tegas demokrasi bermain pada wilayah politik. Jika demikian halnya, maka pada satu sisi, Syµra merupakan bagian dari proses berdemokrasi.
Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang diusung demokrasi. Pada sisi lain, nilai-nilai luhur yang diusung oleh
konsep demokrasi adalah nilai-nilai
yang sejalan dengan visi Islam itu sendiri. Nilai Islami bukanlah sesuatu yang berasal dari kaum muslimin saja (dari dalam), tetapi semua nilai yang mengandung
kebaikan dan kemaslahatan, baik dari Barat maupun Timur, karena Islam tidak mengenal Barat dan Timur (diskriminasi), justru sikap Islam terhadap hal-hal baru yang baik adalah “akomodatif”.
Namun demikian, pro dan kontra tentang demokrasi dalam Islam masih terus berlanjut. Oleh karena itu, untuk mempertajam analisis kalian dalam menyikapi konsep demokrasi, ada baiknya kalian mengenali lebih lanjut
pandangan-pandangan para ulama tentang hal tersebut.
C. Pandangan Ulama (Intelektual Muslim) tentang Demokrasi
Secara garis besar,
pandangan para
ulama/cendekiawan muslim
tentang demokrasi terbagi menjadi dua pandangan utama, yaitu; pertama, menolak
sepenuhnya, kedua, menerima dengan syarat tertentu. Berikut ditamplkan ulama yang mewakili kedua pendapat tersebut:
1. Abul A’la Al-Maududi
Al-Maududi secara
tegas menolak
demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal. Demokrasi adalah buatan manusia sekaligus
produk
dari pertentangan
Barat terhadap
agama sehingga
cenderung
sekuler. Karenanya, al-Maududi
menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan).
2. Mohammad Iqbal
Menurut Iqbal, sejalan
dengan kemenangan
sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi
kehilangan sisi
spiritualnya sehingga jauh dari etika. Demokrasi yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat telah
mengabaikan keberadaan
agama. Parlemen
sebagai salah satu pilar demokrasi dapat saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan
nilai agama
kalau anggotanya menghendaki. Karenanya, menurut Iqbal Islam tidak dapat menerima model demokrasi Barat yang telah kehilangan basis moral dan spiritual. Atas dasar itu, Iqbal menawarkan sebuah konsep
demokrasi spiritual yang dilandasi oleh
etik dan moral ketuhanan. Jadi yang ditolak oleh Iqbal bukan demokrasi an sich, seperti yang dipraktekkan di Barat.
Lalu, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:
a) Tauhid sebagai landasan asasi. b) Kepatuhan pada hukum.
c) Toleransi sesama warga.
d) Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit. e) Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.
3. Muhammad Imarah
Menurut Imarah, Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada
di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah Swt.. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi.
Wewenang manusia
hanyalah menjabarkan dan merumuskan hukum
sesuai dengan
prinsip
yang digariskan Tuhan serta berijtihad
untuk sesuatu
yang tidak
diatur oleh
ketentuan Allah Swt.. Jadi, Allah Swt. berposisi sebagai al–Syâri’ (legislator) sementara
manusia berposisi sebagai faqîh (yang memahami dan menjabarkan hukum-Nya).
Demokrasi Barat berpulang pada pandangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Menurut Aristoteles, setelah Tuhan menciptakan alam, Dia
membiarkannya. Dalam
filsafat Barat, manusia memiliki kewenangan legislatif
dan eksekutif.
Sementara, dalam
pandangan Islam, Allah Swt. pemegang otoritas tersebut. Allah berfirman: “Ingatlah,
menciptakan dan memerintah
hanyalah hak
Allah. Maha
Suci Allah,
Tuhan semesta alam”. (Q.S.al-A’râf/7:54). Inilah batas yang membedakan
antara sistem syariah Islam dan demokrasi Barat. Adapun hal lainnya seperti
membangun hukum
atas persetujuan
umat, pandangan
mayoritas, serta orientasi pandangan umum, dan sebagainya adalah sejalan dengan Islam.
4. Yusuf al–Qardhawi
Menurut Al–Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya sebagaimana berikut:
a) Dalam demokrasi proses
pemilihan melibatkan
banyak orang
untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka. Tentu saja, mereka tidak boleh akan memilih sesuatu yang tidak mereka sukai. Demikian juga dengan Islam. Islam menolak seseorang menjadi imam salat yang tidak disukai oleh ma‘mum di belakangnya.
b) Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tiran juga sejalan dengan Islam. Bahkan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta memberikan nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari ajaran Islam.
c) Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi. Karena itu, barangsiapa yang tidak menggunakan
hak pilihnya sehingga kandidat
yang mestinya layak dipilih
menjadi kalah dan suara
mayoritas jatuh
kepada kandidat
yang sebenarnya tidak layak, berarti ia telah menyalahi perintah Allah Swt. untuk memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
d) Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Contohnya dalam sikap Umar yang tergabung
dalam syura.
Mereka ditunjuk
Umar sebagai
kandidat khalifah dan sekaligus memilih salah seorang di antara mereka
untuk menjadi
khalifah berdasarkan suara terbanyak. Sementara, lainnya yang tidak terpilih harus tunduk
dan patuh. Jika suara
yang keluar
tiga lawan tiga, mereka
harus memilih
seseorang yang diunggulkan dari luar mereka, yaitu Abdullah ibnu Umar. Contoh lain adalah penggunaan pendapat jumhur
ulama dalam masalah khilafiyah. Tentu saja, suara mayoritas yang diambil ini adalah selama tidak bertentangan dengan nash syariat secara
tegas.
e) Kebebasan pers
dan kebebasan
mengeluarkan pendapat, serta otoritas
pengadilan merupakan
sejumlah hal
dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
5. Salim Ali al-Bahasnawi
Menurut Salim Ali al-Bahasnawi,
demokrasi mengandung
sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan Islam dan memuat sisi negatif
yang bertentangan dengan Islam. Sisi baik demokrasi adalah adanya kedaulatan rakyat selama tidak bertentangan dengan Islam. Sementara,
sisi buruknya adalah penggunaan
hak legislatif secara bebas yang bisa mengarah pada sikap menghalalkan yang haram dan menghalalkan yang haram.
Karena itu, ia
menawarkan adanya Islamisasi demokrasi sebagai berikut:
a) Menetapkan tanggung
jawab setiap
individu
di hadapan
Allah
Swt..
b) Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-
tugas lainnya
c) Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan
dalam al–qur’an dan Sunnah
(Q.S.an-Nisa/4:59)
dan (Q.S.al-Ahzab/33:36).
d) Komitmen
terhadap Islam
terkait
dengan persyaratan jabatan sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.
Pemimpin Paling Demokratis di Mata Dunia
Sebagai seorang pemimpin, Nabi Muhammad saw. telah membuat banyak sarjana dan tokoh Barat sangat kagum dan terpengaruh, meskipun mereka tidak suka. Di antara mereka adalah:
1.
Comte de Boulainvilliers:”Muhammad adalah pemikir bebas
(freethinker) dan pencipta agama rasional”.
2.
Voltaire:”Muhammad adalah
pemimpin yang memimpin rakyatnya melakukan penaklukan agung”.
3.
Radinson: “Muhammad adalah pengajar
agama alami,
wajar, dan masuk akal”.
4.
Thomas Carlyle: “Muhammad adalah pahlawan kemanusiaan
yang menyinarkan cahaya Illahi”.
5.
Hubert Grimme: “Muhammad adalah sosialis yang sukses melakukan reformasi fisikal dan sosial”.
6. Goethe (sastrawan besar Jerman): “bagaikan sungai besar mengantarkan airnya mencapai lautan”.
7.
George Bernard Shaw (pengarang Inggris terkenal): ”Muhammad telah mengangkat wanita menjadi makhluk yang mulia.
8.
Edward
Gibbon: “Hal yang baik dari Muhammad ialah membuang jauh kecongkakan seorang raja”.
Sumber: www.mizan.com/index.php?fuseaction=news_det&id=349
kegiatan siswa Siswa:
1. Dari beberapa
pandangan ulama
tentang demokrasi, pilihlah satu
pandangan yang kamu sukai! Jelaskan alasanmu!
2. Hargai pilihan
temanmu yang berbeda dengan mendengarkan alasannya!
3. Simpulkan nilai-nilai demokratis yang terdapat dalam kepemimpinan
Nabi Muhammad saw. berdasarkan sorotan para tokoh Barat di atas!
4. Presentasikan
hasil temuan kalian di depan kelas untuk ditanggapi!
APLIKASI
PRILAKU MILIA
Perilaku demokratis yang harus dibiasakan sebagai implementasi dari ayat dan
hadis yang telah dibahas antara lain sebagai berikut:
1. Bersikap lemah lembut jika hendak menyampaikan pendapat (tidak berkata kasar ataupun bersikap keras kepala);
2. Menghargai pendapat orang lain;
3. Berlapang dada untuk saling memaafkan;
4. Memohonkan ampun untuk saudara-saudara yang bersalah;
5. Menerima keputusan bersama (hasil musyawarah) dengan ikhlas;
6. Melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah dengan tawakal;
7. Senantiasa bermusyarawarah tentang hal-hal yang menyangkut kemaslahatan
bersama;
8. Menolak segala bentuk diskriminasi atas nama apapun;
9. Berperan
aktif dalam
bidang politik
sebagai bentuk
partisipasi dalam membangun bangsa;
Tugas Kelompok
1. Carilah ayat al–Qur’an dan hadis yang mengandung nilai-nilai demokrasi!
2. Jelaskan pesan-pesan yang terdapat pada ayat al–Qur’an dan hadis yang kamu temukan itu!
3. Hubungkan pesan-pesan ayat dan hadis tersebut dengan kondisi objekif di lapangan yang kamu temui!
4. Presentasikan
hasil temuanmu di depan kelas!
Rangkuman
1. Kandungan Q.S.²li-Imran/3:159 dan H.R.
at–Tirm³z³ menjelaskan
bahwa
musyawarah termasuk
salah satu
sifat orang
yang beriman.
Hal ini
perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal- hal yang penting;
2. Mencintai musyawarah dalam mengambil keputusan pada segala hal yang terkait dengan kehidupan keluarga dan masyarakat, seperti memilih lembaga pendidikan yang cocok, memilih tempat kerja, memilih ketua RT, dan lain-lain;
3. Bersikap lemah lembut
dalam bermusyawarah, baik ketika menyampaikan pendapat maupun menanggapi
pendapat orang lain;
4. Berlapang dada untuk memaafkan semua pihak yang mungkin berlaku tidak wajar sehingga memancing amarah kita;
5. Konsisten terhadap keputusan hasil musyawarah, terutama jika menyangkut kepentingan bersama;
6. Melaksanakan hasil musyawarah dengan penuh sikap tawakal kepada Allah Swt., sehingga
terhindar dari
segala sikap
buruk sangka
apabila ternyata keputusan
musyawarah
tersebut tidak
membuahkan hasil
seperti yang diharapkan.
7. Antara musyawarah (syµra) dengan demokrasi terdapat titik temu, di mana dalam demokrasi terdapat prinsip syµra, yaitu adanya kebebasan berpendapat, keterbukaan, dan kejujuran, sementara demokrasi, menjangkau ruang lingkup
yang lebih luas.
8. Terjadi pro dan kontra di kalangan para ulama tentang demokrasi, sebagian
menerima dan sebagian menolak.
Evaluasi
I. Berilah tanda silang (x) pada huruf a, b, c, d, atau e yang dianggap sebagai
jawaban yang paling tepat!
1. Perhatikan penggalan ayat berikut!
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ
Sikap dan
perilaku yang sejalan dengan
pesan ayat di
atas dalam berdakwah adalah . . . .
a. lemah lembut b. berkata jujur c. menepati janji
d. tegas dalam berdakwah
e. konsekuen dengan perkataan
2. Perhatikan penggalan ayat berikut!
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
|
Akhlak terpuji yang terdapat dalam ayat di atas antara lain ialah . . . .
a. memintakan ampun dan bersabar b. memberi maaf dan meminta maaf c. meminta maaf dan berkata santun
d. meminta maaf dan memintakan ampun e. memberi maaf dan memintakan ampun
3. Arti kata فَاعْفُ عَنْهُمْ adalah . . . .
a. memintakan ampun dan bersabar b. memberi maaf dan meminta maaf c. meminta maaf dan berkata santun
d. mohonkan ampun mereka
e. memberi maaf dan memintakan ampun
4. Arti kata وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ adalah . . . .
a. memberi maaf dan meminta maaf b. meminta maaf dan berkata santun
c. dan mintakan ampun untuk mereka
d. meminta maaf dan memintakan ampun e. memberi maaf dan memintakan ampun
5. Arti kata عَزَمْتَ adalah . . . .
a. kamu berserah diri b. kamu berpendapat
c. kamu bertekad bulat d. kamu bermusyawarah
e. kamu menolak pendapat
6. Maksud dari kata فَتَوَكَّلْ
عَلَى اللَّهِ adalah . . . .
a. perintah beribadah
b. perintah berakhlak mulia c. perintah bermusyawarah
d. perintah berserah diri kepada Allah Swt.
e. perintah tunduk dan patuh kepada Allah Swt.
7. Berdasarkan Q.S. ²li ‘Imran/3:159 bahwa persoalan
yang dihadapi
oleh umat manusia harus diselesaikan . . . .
a. secara damai
b. melalui musyawarah
c. melibatkan pejabat dan tokoh setempat
d. melalui jalur hukum
e. dengan memberi kesempatan pihak lain untuk memilki kesadaran
8. Agar musyawarah dapat berjalan dengan lancar, maka surat Q.S.
²li ‘Imran/3:159 menekankan kepada peserta musyawarah agar membersihkan jiwanya dengan . . . .
a. saling memaafkan dan memohonkan ampunan kepada Allah Swt.
b. saling menahan diri dan menjaga emosinya
c. saling menerima kritik, saran dan protes sekalipun.
d. saling membangun komunikasi yang harmonis dalam suasana yang kondusif
e. saling menyelamatkan diri masing-masing agar tidak termakan issu dan terpancing emosinya.
9. Arti kata وَشَاوِرْهُمْ
فِي الأمْرِ adalah…
a. dan berlemah lembutlah terhadap sesama mereka
b. dan janganlah berlaku kasar terhadap sesama mereka
c. dan janganlah berhati keras terhadap sesama mereka d. dan maafkanlah mereka atas segala kesalahannya
e. dan bermusyawarahlah di antara mereka dalam urusan itu
10. Perhatikan ayat berikut!
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ
لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ
عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
|
Ayat di atas memberikan gambaran bahwa adanya berbagai konflik antara agama, golongan dan paham dalam suatu agama banyak disebabkan oleh cara menyelesaikan perbedaan di antara mereka yang kurang tepat dan bijaksana. Pernyataan di bawah ini, yang tidak termasuk kandungan ayat tersebut adalah . . . .
a. lemah-lembut
dalam mengajak umat manusia kepada Islam
b. pemaaf, guna mencari solusi dalam menyelesaikan masalah
c. dermawan, karena Allah Swt. mencintai orang yang dermawan
d. suka bermusyawarah dalam menyelesaikan berbagai masalah
e. menanamkan nilai-nilai demokrasi dalam berbangsa dan bernegara
II. Jawablah pertanyaan berikut dengan benar dan tepat!
1. Sebutkan
tiga sifat
yang seharusnya dimiliki oleh
setiap orang
yang melakukan musyawarah!
2. Mengapa al–Qur’an menganjurkan musyawarah secara kolektif? Jelaskan!
3. Jelaskan sikap demokrtis yang sejalan dengan Q.S. ²li ‘Imran/3:159!
4. Di mana titik temu antara konsep musyawarah dan konsep demokrasi!
5. Jelaskan pandangan
Yusuf al–Qardhawi tentang demokrasi secara singkat!