A. Pentingnya Taat kepada Aturan
Taat memiliki arti tunduk (kepada
Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang, dan atau setia. Aturan
adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah
sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah
Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya.
Di sekolah terdapat aturan, di
rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja
kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar
terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan.
Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.
Aturan yang paling tinggi adalah
aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat pada al-Qur’ān. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang
dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin
yang lain, termasuk pemimpin keluarga.
Identifikasilah aturan-aturan yang
ada di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Lalu, jelaskan hubungannya
antara aturan dan kondisi sosial tersebut!
Peranan pemimpin sangatlah
penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai
institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa
adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan
menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu,
Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan
rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban
serta kemakmuran.
kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā/4: 59)
Asbābu al-Nuzūl atau sebab turunnya ayat ini
menurut Ibn Abbas adalah berkenaan
dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw.
mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah
(perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa
ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika
keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah.
Q.S. an-Nisā/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk
menaati perintah Allah Swt., perintah
Rasulullah saw., dan ulil amri.
Tentang pengertian ulil amri, di
bawah ini ada beberapa pendapat.
Kata/kalimah | Hukum | Alasan |
mad jaiz munfasil | mad aṡli bertemu huruf | |
alif di | ||
mad badal | huruf | |
fathah | ||
tafh³m | lafal Jalālah didahului | |
tanda | ||
alif lam qomariyyah | huruf | |
hadapan | ||
qomariyyah | ||
ikhfa | nun | |
huruf | ||
Aktivitas Siswa:
Pada ayat tesebut sebenarnya banyak sekali kata/kalimat yang
mengandung hukum bacan tajwid. Identifikasi lebih lanjut hukum bacaan tajwid
selain yang ada di kotak tersebut di atas, minimal lima hukum bacaan tajwid!
Arti Kata/Kalimat
Kata | Arti | Kata | Arti |
wahai | kepada Allah | ||
orang-orang | dan rasul | ||
yang beriman | |||
taatilah Allah | jika kamu | ||
dan taatilah | beriman | ||
rasul | |||
dan pemimpin | kepada Allah | ||
di antara kamu | dan hari akhir | ||
jika kamu ber- | yang demikian | ||
beda pendapat | itu lebih baik | ||
tentang sesuatu | dan lebih baik | ||
akibatnya | |||
maka kembali- | |||
lah | |||
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang
kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisā/4: 59)
Asbābu al-Nuzūl atau sebab turunnya ayat ini
menurut Ibn Abbas adalah berkenaan
dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw.
mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah
(perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa
ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya
diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam sariyah.
Q.S. an-Nisā/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk
menaati perintah Allah Swt., perintah
Rasulullah saw., dan ulil amri.
Tentang pengertian ulil amri, di
bawah ini ada beberapa pendapat.
No. | Nama | Pendapatnya |
Arti ulil amri adalah umāra, ahlul ‘ilmi wal | ||
Abu | fiqh (mereka yang memiliki ilmu dan | |
1 | tahuan akan fiqh). | |
bin | berpendapat | |
saw. |
Ada | |||
kalimat | |||
2 | Al-Mawardi | pemimpin | |
masalah | |||
sahabat-sahabat | |||
sahabat | |||
Ahmad | Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli | ||
3 | ulama, pemimpin | ||
al-Maraghi | |||
mimpin | |||
Kita memang diperintah oleh Allah
Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa
pun pendapat yang kita pilih tentang makna ulil
amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri tidak digandengkan dengan kata
“taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan Allah Swt. dan
rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik:
“Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil
amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka tidak berdiri
sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt. dan
rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran
Allah dan rasul-Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.
Lebih
lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis berikut ini:
Rasulullah bersabda…
Tidak boleh taat terhadap
perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal
yang makruf.” (H.R. Muslim)
Umat Islam wajib menaati perintah
Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula untuk mengikuti atau menaati
pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya memerintahkan kepada hal-hal yang
baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada kemungkaran, wajib hukumnya
untuk menolak.
Carilah ayat dan hadis yang berhubungan dengan ketaatan
pada aturan!
Jelaskan pesan-pesan yang terdapat pada ayat dan hadis
yang kamu temukan itu!
Hubungkan pesan-pesan ayat dan hadis tersebut dengan
kondisi objekif di lapangan yang kamu temui!
Kompetisi dalam Kebaikan
untuk menjadi yang terbaik, tetapi juga kompetisi untuk meraih cita-cita yang
diinginkan. Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya
memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi harta-kekayaan,
kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan-kedudukan dan kompetisilainnya, yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada. Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan, hal yang sangat memilukan ialah tak jarang dalam kompetisi selalu diiringi “suuẓan” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam kompetisi tersebut
Lalu,
bagaimanakah selayaknya kompetisi bagi orang-orang yang beriman? Allah Swt.
telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang beriman untuk
berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya:
Penerapan Hukum Tajwid dan isilah dengan lafadz yang sesuai
Kalimah | Hukum Bacaan | Alasan |
tanda | ||
ikhfa | tanwin | |
jim | ||
izhar | mim | |
huruf | ||
tanda | ||
mad iwād | bertemu | |
waqafkan | ||
mad wajib muttasil | mad | |
hamzah | ||
idgham bighunnah | tanda | |
bertemu | ||
Aktivitas Siswa:
Pada ayat tersebut sebenarnya banyak sekali kata/kalimat yang
mengandung hukum bacaan tajwid. Identifikasi lebih lanjut hukum bacaan tajwid
selain yang ada di kotak tersebut di atas, minimal lima hukum bacaan tajwid!
Kata | Arti | Kata | Arti |
Dan | darimu | ||
menurunkan | |||
kepadamu | aturan | ||
(Muhammad) | |||
Kitab (al-Qur’ān) | dan | ||
terang | |||
dengan | dan | ||
kebenaran | menghendaki | ||
yang | niscaya | ||
membenarkan | jadikan | ||
terhadap | satu | ||
(kitab-kitab) | |||
di | akan | ||
dari | Allah hendak | ||
mengujimu | |||
dan | terhadap | ||
kepadanya | yang | ||
kepadamu | |||
maka | |||
maka | lombalah | ||
kebaikan | |||
(perkara) | kepada | ||
mereka | |||
menurut | tempat | ||
diturunkan | kembali | ||
dan | semuanya | ||
engkau | |||
keinginan | lalu | ||
nya | |||
tentang | terhadap | ||
telah | |||
kamu | |||
kepadamu | |||
dari | dahulu | ||
bagi | kamu | ||
umat | perselisihkan | ||
Kami | |||
Artinya: “Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’ān) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan
kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti
keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.
Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi
Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua
kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu
perselisihkan.” (Q.S. al-Māidah/5: 48)
Allah Swt. mengutus para nabi dan
menurunkan syariat kepadanya untuk memberi petunjuk kepada manusia agar
berjalan pada rel yang benar dan lurus. Sayangnya, sebagian dari ajaran-ajaran
mereka disembunyikan atau diselewengkan. Sebagai ganti ajaran para nabi,
manusia membuat ajaran sendiri yang bersifat khurafat dan takhayul.
Ayat ini membicarakan bahwa al-Qur’ān memiliki kedudukan yang sangat
tinggi; al-Qur’ān sebagai pembenar
kitab-kitab sebelumnya; juga sebagai penjaga kitab-kitab tersebut. Dengan
menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Qur’ān juga sepenuhnya memelihara
keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.
Akhir ayat ini juga mengatakan,
perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan manusia dalam
penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa. Semua perbedaan itu adalah
rahmat dan untuk ajang saling mengenal. Ayat ini juga mendorong pengembangan
berbagai macam kemampuan yang dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang
perdebatan. Semua orang dengan potensi dan kadar kemampuan masing-masing, harus
berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan. Allah Swt. senantiasa melihat dan
memantau perbuatan manusia dan bagi-Nya tidak ada sesuatu yang tersembunyi.
Mengapa kita diperintahkan untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan? Paling tidak ada beberapa alasan, antara lain
sebagai berikut.
Pertama, bahwa melakukan kebaikan tidak
bisa ditunda-tunda, melainkan harus
segera dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga
kesempatan berbuat baik belum tentu setiap saat kita dapatkan. Kematian bisa
Kedua, bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang membuat kita terdorong untuk berbuat baik. Tidak sedikit seorang yang tadinya
baik menjadi rusak karena lingkungan. Lingkungan yang saling mendukung kebaikan akan tercipta kebiasaan berbuat baik secara istiqāmah (konsisten).
Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan. Allah Swt. bersabda:
Artinya: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan…” (Q.S.
al-Māidah/5: 2)
Langkah awal untuk menciptakan
lingkungan yang baik adalah dengan memulai dari diri sendiri, dari yang
terkecil, dan dari sekarang. Mengapa? Sebab inilah jalan terbaik dan praktis
untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus memulai dari diri sendiri dan
keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi, tidak akan pernah
bisa tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di dalamnya sangat
rapuh.
Sudah menjadi kewajiban manusia
sebagai makhluk yang memiliki banyak kebutuhan dan kepentingan dalam
kehidupannya untuk berusaha memenuhinya. Seorang muslim haruslah menyeimbangkan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Tidaklah semata hanya berorientasi pada
kehidupan akhirat saja, melainkan harus memikirkan kepentingan kehidupannya di
dunia. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, wajiblah
seorang muslim untuk bekerja.
Bekerja adalah kodrat hidup, baik
kehidupan spiritual, intelektual, fisik biologis, maupun kehidupan individual
dan sosial dalam berbagai bidang. Seseorang layak untuk mendapatkan predikat
yang terpuji, seperti potensial, aktif, dinamis, produktif atau profesional,
semata-mata karena prestasi kerjanya. Karena itu, agar manusia benar-benar
“hidup”, dalam kehidupan ini, ia memerlukan ruh (spirit). Untuk ini, al-Qur’ān diturunkan sebagai spirit
hidup, sekaligus sebagai nur (cahaya)
yang tak kunjung padam agar aktivitas hidup manusia tidak tersesat.
Dalam al-Qur’ān maupun hadis, banyak ditemukan literatur yang
memerintahkan seorang muslim untuk bekerja dalam rangka memenuhi dan melengkapi
kebutuhan duniawi. Salah satu perintah Allah kepada umat-Nya untuk bekerja
termaktub dalam Q.S. at-Taubah/9:105 berikut ini.
Kalimat | Hukum | Alasan |
tafh³m | lafal | |
tanda | ||
alif lam qamariyyah | alif | |
huruf | ||
bertasydid | ||
alif lam syamsiyyah | alif | |
syin | ||
ikhfa syafāwi | mim | |
huruf | ||
mad arid lisukūn | bacaan | |
kalimat | ||
Pada ayat tesebut
sebenarnya banyak sekali kata/kalimat yang mengandung hukum bacaan tajwid.
Identifikasi lebih lanjut hukum bacaan tajwid selain yang ada di kotak tersebut
di atas, minimal lima hukum bacaan tajwid!
Kata | Arti | Kata | Arti |
dan katakanlah | kepada (Allah) | ||
bekerjalah kamu | yang maha | ||
mengetahui yang | |||
gaib | |||
maka Allah akan | dan yang nyata | ||
melihat | |||
pekerjaanmu | lalu diberitakan- | ||
Nya kepadamu | |||
dan begitu juga | apa yang telah | ||
rasul-Nya | kamu | ||
dan orang-orang | kerjakan | ||
mukmin | |||
dan kamu akan | |||
dikembalikan | |||
Artinya: “Dan katakanlah, “Bekerjalah
kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga rasul-Nya dan
orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang maha
mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.” (Q.S. at-Taubah/9: 105)
Q.S.
at-Taubah/9: 105 menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan
amal saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal
tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt.
dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan
diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi
siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.
Sebutan
lain dari ganjaran adalah imbalan atau upah atau compensation. Imbalan dalam konsep
Islam menekankan pada dua aspek, yaitu dunia dan akhirat. Namun, penekanan
kepada akhirat itu lebih penting daripada penekanan kepada dunia (dalam hal ini
materi).
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa Allah Swt.
memerintahkan kita untuk bekerja, dan Allah Swt. pasti membalas semua yang
telah kita kerjakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam ayat ini adalah
penegasan Allah Swt. bahwa motivasi atau niat bekerja itu mestilah benar.
Umat Islam dianjurkan agar tidak
hanya merasa cukup dengan melakukan “tobat” saja, tetapi harus dibarengi dengan
usaha-usaha untuk melakukan perbuatan terpuji yang lainnya, seperti menunaikan
zakat, membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan, menyegerakan untuk
mengerjakan ṡalat, saling menasihati
teman dalam hal kebenaran dan kesabaran, dan masih banyak lagi usaha-usaha lain
yang sangat terpuji. Semua itu dilakukan atas dasar taat dan patuh kepada
perintah Allah Swt. dan yakin bahwa Allah Swt. pasti menyaksikan itu.
Ayat ini pun berisi peringatan
bahwa perbuatan mereka itu pun nantinya akan diperlihatkan pula kepada rasul
dan kaum muslimin lainnya kelak di hari kiamat. Dengan demikian, akan
terlihatlah kebajikan dan kejahatan yang mereka lakukan sesuai amal
perbuatannya. Bahkan, di dunia ini pun sudah sering kita saksikan, bagaimana
gambaran orang-orang yang berbuat jahat seperti pencuri, penipu, pemerkosa,
koruptor, dan lain sebagainya. Banyaknya berita tentang korupsi, bagaimana
koruptor dipertontonkan di ruang publik. Ini menandakan bahwa di dunia pun
perbuatan kita sudah bisa dipertontonkan. Apalagi kelak di akhirat yang pasti
sangat nyata dan tidak bisa ditutup-tutupi.
Artinya: “Dari Miqdam ra. dari Nabi saw. beliau bersabda: “Tidak seorang pun
yang makan lebih baik daripada makan
hasil usahanya sendiri. Sungguh Nabi Daud as. makan hasil usahanya.” (HR.
Bukhari)
APLIKASI KETAATAN DALAM KEHIDUPAN
Perilaku
mulia (ketaatan) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut.
Selalu
menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta meninggalkan larangan-Nya,
baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.
Merasa
menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah dan
rasul-Nya.
Menaati
dan menjunjung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati, baik di rumah, di
sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Menaati
pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntunan dan syariat agama.
Menolak
dengan cara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada kemaksiatan.
Perilaku mulia (kompetisi dalam kebaikan) yang
perlu dilestarikan adalah seperti berikut.
Meyakini
bahwa hidup itu perjuangan dan di dalam perjuangan ada kompetisi.
Berkolaborasi
dalam melakukan kompetisi agar pekerjaan menjadi ringan, mudah, dan hasilnya
maksimal.
Dalam
berkolaborasi, semuanya diniatkan ibadah, semata-mata mengharap riḍa Allah Swt.
Selalu
melihat sesatu dari sisi positif, tidak memperbesar masalah perbedaan, tetapi
mencari titik persamaan.
Ketika
mendapatkan keberhasilan, tidak tinggi hati; ketika mendapatkan kekalahan, ia
selalu sportif dan berserah diri kepada Allah Swt. (tawakkal).
Perilaku
mulia (etos kerja) yang perlu dilestarikan adalah seperti berikut.
Meyakini
bahwa dengan kerja keras, pasti ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” – Siapa yang giat,
pasti dapat).
Melakukan
sesuatu dengan prinsip: “Mulai dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan
mulai dari sekarang.”
Pantang
menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.
Rangkuman
Pentingnya
menaati pemimpin agar roda pemerintahan berjalan dengan baik, makin baik
kepemimpinan, makin baik pula rakyatnya.
Kandungan
Q.S. an-Nisā/4: 59 adalah perintah
untuk menaati Allah Swt., rasul, dan pemimpin. Apabila terjadi perselisihan,
diperintahkan untuk kembali kepada al-Qur’ān
dan hadis.
Hidup ini
dinamis, perlu berkompetisi dan berkolaborasi agar dapat meraih sesuatu yang
diinginkan dengan baik.
Kandungan
Q.S. al-Māidah/5: 48 adalah bahwa
Allah Swt. memerintahkan kepada umat Islam untuk berlomba-lomba dalam kebaikan.
Barangsiapa
yang giat pasti dapat. Untuk mendapatkan sesuatu, diperlukan kerja keras.
Kandungan
Q.S. at-Taubah/9: 105 adalah bahwa Allah Swt. memerintah-kan kepada umat
Islam untuk semangat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja.